gedung marabunta

Sabtu, 29 Juni 2013

Marabunta Masa Silam

A. Keramaian penonton dalam Gedung Stadschowburg.

(sumber: Arsip Marabunta)
Sebelum menjadi Gedung Marabunta seperti sekarang ini, 
dahulu gedung ini bernama Gedung Stadschowburg. 


B. Lukisan Margaretha Geertruida (Grietje) Zellea
atau lebih dikenal Putri Matahari
 (sumber: Arsip Marabunta)

Lukisan sang penari yang merupakan penari balet terkenal 
di gedung opera Stadschowburg ini.

C. Gedung Stadschowburg.Tampak Depan 


Gedung Marabunta masa silam yang berhasil diabadikan dari arah depan.
Meskipun pernah roboh, namun peninggalan sejarahnya masih dapat dinikmati warga Semarang
tentunya, dengan berdirinya Gedung Marabunta di Jl. Cendrawasih kawasan 
Kota Lama Semarang

Jumat, 28 Juni 2013

Sekilas Gedung Marabunta


Saat kita berjalan dari arah Stasiun Tawang menuju arah Gereja Blenduk di kawasan kota lama, disebelah kiri kita berdiri sebuah bangunan gedung kuno dengan dua patung semut raksasa diatasnya. Terlihat jelas tulisan "Marabunta Gedung Serbaguna" yang menempel pada tembok gedung tersebut. Terdengar sedikit asing memang, tetapi gedung ini juga termasuk dalam salah satu bangunan kuno berarsitektur Belanda yang berada di kawasan kota lama Semarang, selain Gereja Blenduk, Polder Tawang, atau pun perkantoran kuno yang sering kita dengar.
Gedung yang terletak di Jalan Cendrawasih ini berdiri sekitar tahun 1890 oleh Belanda, yang digunakan sebagai tempat pertunjukan opera dan cafeteria bernama Schouwburg. Disinilah keluarga Belanda menghabiskan akhir pekannya dengan menikmati pertunjukkan komedi, orchestra, pertunjukan balet dan sebagainya. Bangunan ini sempat mengalami kerusakan akibat air rob dan roboh sehingga yang tersisa hanya sebagian dari banguanan aslinya.  Pada tahun 1956 gedung marabunta dikelola Yayasan Rumpun Diponegoro Kodam IV Diponegoro Semarang yang selanjutnya dijadikan kantor oleh PT. Marabunta Semarang. Dari sisa-sisa bangunan yang berhasil diselamatkan, Gedung Marabunta dibangun kembali disebelahnya sesuai dengan bentuk bangunan lama.
Keunikan bangunan ini adalah pada dua patung semut raksasa yang berdiri  di sisi kanan dan kiri atap gedung. Saat melintas didepan gedung ini, kita seakan terkesima dan tidak percaya bahwa saat ini kita berada di Kota Semarang. Arsitektur bagian depan gedung dengan pagar bernuansa klasik Belanda menambah keindahan bangunan ini. Teras bangunan tampak empat kolom tinggi menjualng khas arsitektur Eropa . Saat masuk ke dalam gedung pandangan kita benar-benar tertuju pada setiap sudut  ornament didalamnya yang bernuansa Klasik Eropa. Kita terasa seperti didalam sebuah kapal yang terbalik, karena atap gedung  ini menyerupai perahu terbalik yang tersusun dari kayu berwarna coklat. Dibagian dinding gedung juga terdapat jarring-jaring kapal yang meintang. Untuk  memperkuat kesan seolah berada di sebuah kapal, pada sisi kanan depan ruang terdapat mini bar berbentuk kapal. Pada tahun 1999 gedung ini pernah dijadikan café tempat kunjungan para importer asing yang datang ke Semarang. Oleh seorang Pengusaha, gedung ini dijadikan tempat persinggahan para importer asing yang datang ke Semarang. Gedung yang dulunya tempat pertunjuukan seni disulap menjadi sebuah café yang ramai dan terkenal kala itu. Menurut Bapak Paiman yang merupakan penjaga Gedung Marbunta, ketika para pengusaha asing datang ke Semarang, yang ada dibenak meraka adalah Café Marabunta. Namun sayangnya, café ini hanya bertahan selama 2 tahun saja mengingat situasi ekonomi yang sulit pada saat itu.
Adapula belasan kipas angin kuno yang menggantung diruangan yang kehadiharannya mampu menggantikan penyejuk ruangan. Kesan klasik semakin diperkuat dengan ornament kaca patri pada jendela dan pintu bergambar seorang noni Belanda. Gambar tersebut memvisualisasikan kisah penari  balet bernama Putri Matahari yang sedang menari. Konon, putri matahari ini adalah seorang penari balet terkenal, yang menikah dengan serdadu Belanda. Lalu ada juga visual bangsawan Eropa yang sedang menikmati sajian pertunjukan yang terpampang pada kaca dinding gedung.
Melihat keluar gedung, terdapat tangga klasik melingkar dan tumbuhan hijau yang tumbuh menjalar diluar gedung menambah sejuk gedung marabunta ini. Pengelola sengaja membuat pagr dan tembok diluar ruangan terbungkus daun-daun yang menjalar, agar semakin menambah kesan rimbun dan sejuk pad gedung ini.
Arsitekturnya yang bernuansa klasik Eropa, menjadi daya tarik bagi gedung ini sebagai tempat foto prewedding, atau untuk hunting foto bagi para fotografer. Sesuai dengan slogannya “Marabunta Gedung Multiguna” gedung ini juga dijadikan tempat konser music ataupun tempat melangsungkan pesta pernikahan. Keklasikan Gedung Marabunta terlihat pada tiap-tiap sudut bangunnnya.

1. Mini Bar Perahu

Saat memasuki ruangan gedung, mata kita seakan tertuju pada sudut kanan ruangan. Sangat unik sekali, umumnya mini bar hanya berbentuk meja panjang biasa, tetapi disini mini bar dibentuk menyerupai perahu yang dilengkapi atap runcing menyerupai rumah Gadang yakni adat Sumatera Barat. Menurut penjaga gedung, Bapak Paiman, bangunan mini bar ini terbilang baru. Konon ada seorang pengusaha asal Sumatera Barat yang mendirikan sebuah cafe ditempat ini. Sehingga gedung yang dahulunya berfungsi sebagai tempat pertunjukkan opera dan musik, berubah menjadi sebuah cafe ternama di kota Semarang kala itu. Segmentasi cafe ini ditujukan bagi para pengusaha asing dan importir yang singgah di Kota Semarang. Ketika berkunjung ke Semarang, cafe Marabunta menjadi pilihan mereka untuk singgah dan menikmati hidangan.

2. Hall Marabunta

Ruangan ini digunakan sebagai tempat pertunjukkan musik, opera dan tarian balet pada saat itu. Meskipun ruangan sekarang bukanlah yang asli, tetapi mengingatkan kita, saat sang penari Putri Matahari menampilkan tariann baletnya dihadapan ratusan penonton. Hall yang sekarang telah berubah fungsi menjadi tempat diadakannya berbagai acara seperti acara pernikahan, acara konser musik, ataupun dijadikan tempat untuk hunting foto. 

3. Lukisan Kaca Patri Putri Matahari

Merupakan visualisasi dari penari balet bernama Margaretha Geertruida (Grietje) Zelle atau yang lebih dikenal dengan nama panggung Putri Matahari. Margaretha lahir di Leeuwarden Belanda 7 Agustus 1876 dia menikah dengan Mayor Rudolph Mc Leod seorang perwira KNIL Angkatan Hindia Belanda dan tinggal di Semarang. (sumber:www.zonasemarang.com). Awalnya Margaretha mengawali karir nya di Benua Eropa tepatnya di Paris, dia sebagai penari erotis. Dia mendapatkan keahlian itu dari erotic temple dance di India. Keahliannya dalam menari tersebut membawa si putri menjadi terkenal dan mendapat tawaran untuk pentas di banyak Negara waktu itu. Dengan demikian Lukisan Putri Matahari juga merupakan symbol utama dari Gedung Marabunta, selain patung semut yang berada di atap bangunan.Dengan symbol  Putri Matahari yang berada di depan pintu masuk gedung marabunta tersebut menjelaskan bahwa dulunya gedung itu sering dipakai sebagai seni pentas drama, tari dan musik di Semarang.

4. Tangga Melingkar Nuansa Klasik
Tangga besi yang melingkar di luar gedung ini menambah nuansa klasik gedung marabunta. Tangga tersebut di bangun tepat di samping pintu samping gedung Marabunta, yang menghubungkan antara hall dan kantor yang berada di lantai dua (2). 

5. Siluet 

Saat kita berada didalam gedung, dan mengambil gambar dari dalam sana, pemandangan indah akan kita dapatkan. Bayangan siluet yang justru membentuk keindahan dari Gedung Marabunta ini, ditambah warna warni yang terpancar dari lukisan kaca patri yang menambah keeksotisan bangunan kuno ini.